Nelayan Pulau Rupat Desak Gubernur Riau Cabut IUP PT Logomas Utama dan Tidak Menerbitkan Izin Tambang Pasir Laut di Riau 

Penyalainews, Pekanbaru – Sudah 78 tahun Indonesia merdeka dan 66 tahun hari jadi Riau, namun jaminan keamanan dalam mencari nafkah hidup belum terpenuhi. 

Bahkan negara menjadi pihak yang memberikan berbagai perizinan untuk perusahaan industri ekstraktif yang berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat dan rusaknya ekosistem lingkungan di tempat tersebut. Sebagaimana yang terjadi di Pulau Rupat.

Di mana salah satu perusahaan bernama PT Logomas Utama (LMU) memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir laut sejak 2017. 

Menolak keberadaan PT LMU, para nelayan Rupat dan Solidaritas Jaga Pulau Rupat mendesak Gubernur Riau untuk mencabut IUP PT LMU dan tidak menerbitkan izin tambang pasir laut di Riau.

Penolakan terhadap keberadaan PT LMU bukan tanpa sebab. Selama beberapa bulan beroperasi sebelum akhirnya dihentikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), aktivitas penyedotan pasir laut oleh PT LMU telah menyebabkan hasil tangkap nelayan berkurang drastis. 

Bahkan selama empat bulan para nelayan tidak melaut karena wilayah tangkap mereka rusak dan hanya tersisa sedikit ikan. Selain itu, warga di dua desa, Desa Suka Damai dan Titi Akar, juga menyadari apabila penambangan pasir laut terus dibiarkan,

Maka dampak abrasi akan makin tinggi dan suatu saat akan tidak hanya akan menenggelamkan Pulau Babi, Beting Aceh, dan beting-beting lainnya tapi juga Pulau Rupat itu sendiri, tempat tinggal mereka.

Pada Januari 2022, perwakilan nelayan Desa Titi Akar dan Suka Damai melaporkan masalah ini ke Gubernur. Hasilnya, Gubernur Riau mengeluarkan surat rekomendasi nomor 540/DESDM/119 tertanggal 12 Januari 2022 kepada Kementerian ESDM untuk mencabut IUP PT LMU karena saat itu kewenangan perizinan berada di Pemerintah Pusat.

Gubernur Riau mendasarkan permohonan tersebut pada tiga alasan penting, yaitu (1) keberadaan lokasi IUP berada di wilayah tangkap nelayan tradisional, merusak ekosistem laut, dan mendorong laju abrasi Pulau Rupat; (2) lokasi IUP berada di wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Kawasan Pariwisata Kabupaten; dan (3) penerbitan IUP dilakukan atas dokumen AMDAL dan Izin Lingkungan yang sudah kedaluwarsa.

Selanjutnya pada 13 Februari 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penangkapan terhadap kapal yang disewa oleh PT LMU untuk melakukan penambangan di perairan Pulau Rupat. 

KKP menyatakan bahwa PT LMU tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), sehingga aktivitasnya harus dihentikan sementara. Pada 17-18 Februari 2022 KKP kembali ke Pulau Rupat untuk melakukan investigasi dalam rangka pencarian bukti adanya perusakan ekosistem laut serta berkurangnya penghasilan nelayan akibat adanya tambang pasir oleh PT LMU. 

Bukti tersebut memperkuat alasan kenapa IUP PT Logomas Utama tidak boleh beroperasi di sana. Namun, sampai hari ini, KKP tidak kunjung menunjukkan hasil investigasi tersebut, sehingga perjuangan untuk menuntut pencabutan IUP PT LMU masih harus terus dilakukan.

Pada kurun waktu yang sama, WALHI Riau melakukan pertemuan dengan masyarakat nelayan Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar. Pada pertemuan itu seluruh warga yang hadir sama-sama.

Sepakat untuk menolak keberadaan PT LMU atau perusahaan tambang pasir laut lainnya. Langkah selanjutnya, beberapa kelompok nelayan dari kedua desa mengirim surat ke Presiden Jokowi agar membela kepentingan para nelayan, salah satunya dengan mendorong pencabutan IUP PT LMU. 

Surat tersebut dikirim ke berbagai pihak melalui Kantor Eksekutif Nasional WALHI Riau pada 18 April 2022. Setelah itu, nelayan Rupat mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan pengiriman surat tersebut ke publik.

Setelah lebih dari dua bulan surat itu dikirim, Presiden dan para menteri yang menerima surat dari nelayan Rupat belum juga memberikan jawaban/tanggapan. 

Masyarakat pun semakin khawatir dengan kesimpangsiuran status perusahaan tambang tersebut di Pulau Rupat. Akhirnya masyarakat mengadakan kunjungan ke Istana Kepresidenan dan beberapa kantor kementerian dan lembaga untuk mendengar langsung jawaban atas permintaan para nelayan Pulau Rupat agar Presiden mencabut Izin Usaha Pertambangan PT Logomas Utama.

Namun bukannya merespon tuntutan tersebut, Presiden malah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang memberikan izin ekspor pasir laut. Peraturan ini jelas akan memperparah kondisi laut yang akan dibebani oleh perizinan tambang pasir laut dan mengganggu penghidupan para nelayan tradisional.

Di sisi lain, persoalan izin tambang pasir laut di Rupat saat ini sudah menjadi kewenangan Gubernur Riau berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022. Perpres ini berisi tentang pendelegasian sebagian wewenang perizinan pertambangan mineral dan batubara dari Pemerintah Pusat ke pemerintah provinsi.

Pasal 2 angka (1) menyebutkan pendelegasian meliputi: (a) Pemberian Sertifikat standar dan izin; (b) Pembinaan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan; dan (c) Pengawasan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan.

Kriteria IUP yang berada di bawah kewenangan gubernur adalah penanaman modal dalam negeri untuk komoditas: (1) mineral bukan logam;

(2) mineral bukan logam jenis tertentu; dan (3) batuan yang berada dalam 1 (satu) daerah provinsi atau wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil laut.

Pengawasan terhadap IUP yang berada di bawah kewenangan gubernur meliputi kaidah teknik pertambangan yang baik dan tata kelola pengusahaan pertambangan. 

Pasal 2 angka (7) dan (8) menyebutkan pengawasan dilakukan oleh inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan yang selanjutnya dilaporkan kepada Gubernur.

Dalam hal berdasarkan laporan hasil pengawasan terdapat pelanggaran atas kaidah teknik pertambangan yang baik dan tata kelola pengusahaan pertambangan, gubernur wajib menindaklanjuti dalam bentuk: pembinaan atau pemberian sanksi administratif.

Melalui Perpres 55 Tahun 2022 seharusnya Gubernur Riau mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP PT Logomas Utama. Mengingat jabatan Gubernur Riau yang akan segera selesai pada bulan ini, maka nelayan Desa Suka Damai akan melakukan aksi damai pada Selasa, 5 September 2023 di depan Kantor Gubernur Riau untuk 'MENUNTUT PENCABUTAN IUP PT LMU DAN TIDAK MEMBERIKAN IZIN TAMBANG PASIR LAUT DI RIAU DENGAN ALASAN

APAPUN'. 

Ratusan massa dari Solidaritas Jaga Pulau Rupat juga akan membersamai aksi ini sampai tuntutan tersebut dipenuhi.

Boy Jerry Even Sembiring selaku Direktur Eksekutif WALHI Riau Pada Januari 2022, Syamsuar, Gubernur Riau sangat bernyali bersurat dan meminta Menteri ESDM untuk mencabut IUP PT Logomas Utama dengan alasan melindungi laut, kehidupan nelayan, dan mencegah laju abrasi. 

"Alasan lainnya, Gubri  menyebutkan  tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP tersebut pasca UU No. 3/2020 tentang Perubahan UU Minerba. Sikap tegas seperti ini harus diulang Syamsuar, karena pasca terbitnya Perpres 55/2022 pada April 2022, ia kembali mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP tersebut. Saat ini merupakan waktu bagi Syamsuar untuk menunjukkan nyalinya.”jelasnya, Senin (04/09/2023)

Selanjutnya Eriyanto Nelayan Pulau Rupat, Desa Suka Dama ia  meminta Gubernur untuk mencabut izin PT Logomas Utama karena izin ini adalah mimpi buruk baginya. 

"Karena itulah kami datang ke Pekanbaru untuk menemui Gubernur. Pada November 2022, kami nelayan Rupat bersedia hadir menerima undangan Gubernur melalui Staf Ahlinya. Saat ini, pada September 2023, Gubernur tidak menggubris surat kami. Baru-baru ini kami mendengar mereka akan datang lagi, maka dari itu kami minta Gubernur agar izinnya segera dicabut.”seburnya

Kemudian Tokoh Masyarakat Hj. Azlaini Agus, S.H.,M.H juga mengatakan sebagai Gubernur, Syamsuar di sisa jabatannya harus masuk ke urusan lebih besar. Seperti urusan pencabutan IUP Logomas Utama yg mengancam hajat hidup org banyak d Pulau Rupat. 

"Pencabutan IUP juga harus disertai dengan komitmen di akhir jabatannya tidak menerbitkan izin pertambangan pasir laut. Sebab Dampak kerusakan tambang pasir laut lebih besar dampaknya dibanding PAD dan manfaatnya bagi masyarakat. Jadi kita tidak hanya minta dicabut izin PT Logomas Utama, tapi juga tidak menerbitkan izin tambang pasir laut di RIau dengan alasan apapun termasuk untuk pendalaman pasir laut.”tutupnya.***red/rls

 

Comment